
Ligapedianews.com – JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Sektor Politik, Hukum, dan juga Keselamatan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak rencana penambahan kewenangan bagi jaksa melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan. Dia menuturkan, salah satu materi RUU Kejaksaan yang mana menjadi sorotan yakni perlunya izin Jaksa Agung sebelum memeriksa jaksa yang tersebut diduga terlibat pada perkara aktivitas pidana.
“Ada ide bahwa katanya kalau jaksa terlibat di langkah pidana tak boleh segera diperiksa polisi, harus izin Jaksa Agung. Tidak boleh begitu,” ucapannya di podcast Terus Terang dikutip, Kamis (20/2/2025).
Dia khawatir adanya penambahan kewenangan itu justru akan menghasilkan jaksa semakin kebal hukum serta menjadi celah pengamanan bagi anggota bermasalah. “Harus izin Jaksa Agung, tiada boleh begitu, itu berarti nanti banyak main pada situ,” jelasnya.
Dia pun menegaskan tak boleh ada perlakuan khusus terhadap institusi penegakan hukum mana pun. Ia lantas memperlihatkan apabila ada anggota polisi yang tersebut diduga terlibat korupsi, maka sanggup segera ditangkap kemudian diperiksa oleh kejaksaan.
Oleh karenanya, ia menilai hal sejenis seharusnya juga bisa saja diterapkan bagi para jaksa yang digunakan terlibat pada perkara aksi pidana. Khususnya pada perkara tindakan pidana umum yanh cuma dapat diusut oleh kepolisian.
“Kalau jaksa salah tapi harus minta izin Jaksa Agung, enggak dapat begitu. Kalau salah ya harus proses oleh polisi. Kalau kesalahannya aksi pidana umum harus polisi,” tuturnya.
“Meskipun jaksa ya harus diproses oleh polisi dong. Enggak usah minta izin Jaksa Agung, itu berlebihan. Sementara kita kejaksaan belum mengawasi ada jaminan bahwa itu akan baik ke depannya,” sambungnya.
Lebih lanjut, Mahfud menilai hubungan dan juga kewenangan antara aparat penegak hukum ketika ini telah dilakukan berjalan dengan baik. Oleh karenanya, ia menolak penambahan atau pengambil alihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lainnya.
Ia khawatir apabila hal itu terwujud akan menyebabkan hubungan antar lembaga hukum menjadi tiada proporsional. Belum lagi, kata dia, bukan ada jaminan hal itu akan memproduksi penegakan hukum berjalan dengan baik.
“Kita harus proporsional saja. Sudah bagus sistem yang tersebut kita atur, hubungan tata kerja antar institusi penegak hukum itu, yang tersebut jelek itu pelaksanaannya, jangan diubah-ubah lagi,” pungkasnya.