Jakarta – Sokola Institute dengan programnya ‘Pendidikan Literasi untuk Publik Adat Indonesia’ telah dilakukan terpilih sebagai salah satu pemenang UNESCO Confucius Prize for Literacy 2024. Penghargaan bergengsi ini mengakui upaya luar biasa Sokola Institute pada meningkatkan literasi di tempat kalangan penduduk adat melalui pendekatan inovatif lalu integratif.
Kemenangan ini disampaikan pada peringatan serius International Literacy Day dalam Yaoundé, Republik Kamerun, pada Senin, 9 September 2024. Peringatan tahun ini mengangkat tema ‘Mempromosikan Pendidikan Multibahasa: Literasi untuk Membangun Kesepahaman Bersama juga Perdamaian’.
Dengan tema yang disebutkan inisiatif literasi Sokola Institute mendapatkan apresiasi tinggi dari juri United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Metode pengajaran literasi dasar yang mana menggabungkan bahasa ibu komunitas adat setempat dengan pendekatan etnografis, juga memfasilitasi pembelajaran bahasa nasional, dinilai unik.
“Program Sokola Institute telah dilakukan mendidik 1.000 orang sejak dimulainya kegiatan itu, dengan 200 partisipan, termasuk 40 persen perempuan serta anak-anak,” bunyi keterangan yang dilampirkan UNESCO di dalam situsnya.
Aktivitas Sokola Institute yang tersebut memberi sekolah literasi untuk publik adat Indonesia. FOTO/Kemendikbudristek
Dua pemenang lainnya berasal dari Mesir dan juga Nigeria. Masing-masing adalah Universitas Mansour dengan acara pemberantasan buta huruf-nya dan juga AREAi dengan kegiatan bertittel FasTrack. Setiap pemenang UNESCO Confucius Prize for Literacy 2024 berhak berhadapan dengan hadiah uang senilai US$30 ribu atau setara lebih besar dari Rupiah 450 juta, selain juga studi banding ke Cina–negara yang mensponsori penghargaan ini.
Kata Menteri Nadiem kemudian Butet Manurung
Dalam keterangannya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, kemudian Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mengungkap kebanggaannya berhadapan dengan penghargaan yang digunakan diraih Sokola Institute. Penghargaan dari UNESCO itu disebutnya bukti komitmen pemerintah bersama seluruh rakyat Indonesia pada menguatkan literasi.
“Kita sudah pernah membuktikan terhadap dunia bahwa kekayaan bahasa wilayah yang tersebut dimiliki Indonesia adalah kekuatan untuk menciptakan perdamaian serta memulai pembangunan peradaban yang mana lebih banyak baik,” ucap Nadiem di keterangan ditulis yang tersebut dibagikan kementeriannya.
Direktur lalu pendiri Sokola Institute, Saur Marlina Manurung atau lebih tinggi dikenal Butet Manurung, juga mengungkapkan bahwa penghargaan dari UNESCO membuktikan budaya miliki sumbangan besar pada proses pembelajaran literasi. Menurutnya, melibatkan bahasa lalu fonetik lokal pada literasi sangat penting, tetapi memasukkan budaya warga adat ke pembelajaran jarak jauh lebih banyak krusial.
Aktivis Perempuan, Pelopor Pendidikan Alternatif untuk Komunitas Adat, juga Pendiri SOKOLA, Butet Manurung pada Eastern Opulence, DKI Jakarta Selatan, Selasa 25 September 2018 (Tempo/Astari P Sarosa)
“Pendekatan Sokola ingin membantu menciptakan versi terbaik dari praktik institusi belajar mereka juga meningkatkan determinasi komunitas,” kata Butet Manurung.
Pentingnya Pendidikan Multibahasa
Adapun Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar, mengumumkan ada sekitar 7.000 bahasa yang digunakan tersebar bukan merata di area sekitar 200 negara, teristimewa di dalam Afrika Sub-Sahara lalu Asia Pasifik. Pendidikan multibahasa, kata dia, bermanfaat sangat besar teristimewa pada membantu anak-anak mengakses lembaga pendidikan dengan lebih tinggi baik, khususnya dalam area pedesaan.
“Pendidikan di bahasa ibu terbukti meningkatkan partisipasi sekolah, keterampilan berpikir, serta menunda masa lembaga pendidikan anak perempuan,” tuturnya.
Di Tanah Air, berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang mana diadakan oleh Badan Penguraian kemudian Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek sejak 1991 hingga 2019, terdapat 718 bahasa dalam 2.560 tempat pengamatan. Keberagaman bahasa lokal ini juga dinilai mencerminkan betapa pentingnya pendekatan multibahasa pada pendidikan, tidaklah belaka untuk meningkatkan literasi, tetapi juga untuk menguatkan dialog antarbudaya kemudian kohesi sosial.
Pilihan Editor: Potensi Gempa Megathrust Selat Sunda, Pemkab Bekasi Ikut Tingkatkan Kewaspadaan