
Ligapedia.news Ibukota – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan dua masukan berhadapan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Statistik.
Pertama, di tempat pada RUU tersebut, terdapat kewajiban bagi pengurus statistik sektoral, antara lain OJK, untuk memberikan/bagi pakai data, akses sumber daya oleh Badan Fakta dan juga Statistik Nasional (BDSN), sebagai nama pengganti Badan Pusat Statistik (BPS), dan juga penetapan status data mikro untuk Statistik Resmi Negara (SRN).
"Penekanan kami di dalam di sini adalah data mikro, seberapa berjauhan mikro itu? Karena, perlu dipahami bahwa di tempat sektor jasa keuangan ini data-data mikro kemudian individual itu sebagian bersifat rahasia, sebagian lagi bersifat sensitif," ujar Pelaksana Pekerjaan (Plt) Deputi Komisioner Internasional juga Penanganan APU PPT (Anti Pencucian Uang lalu Pencegahan Pendanaan Terorisme) dan juga satuan kerja Departemen Hukum (DHUK) OJK Agus Edy Siregar pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di tempat Jakarta, Senin.
Sebagai pelaksana statistik sektor jasa keuangan, lanjutnya, OJK mengatur data yang bersifat rahasia, terbatas, kemudian sensitif.
Karena itu, di tempat di RUU Statistik, hendaknya mempertimbangkan aspek sensitivitas serta kerahasiaan data keuangan.
Hal ini guna menjaga kepercayaan warga selaku nasabah/investor/konsumen jasa keuangan di rangka memelihara stabilitas sistem keuangan.
"Pembagian data mikro kita-kita ini untuk masyarakat tentunya bisa jadi menyebabkan konsekuensi yang mana berat. Konteksnya adalah kita perlu menjaga kepercayaan warga terhadap lembaga jasa keuangan, akibat kepercayaan penduduk terhadap lembaga jasa keuangan ini merupakan kunci atau faktor yang sangat penting," ucapnya.
Masukan kedua, berkaitan dengan pengurus statistik sektoral yang diwajibkan untuk mengusulkan rencana statistik sektoral, melaksanakan rekomendasi BDSN, lalu menyerahkan hasil kegiatan statistik untuk BDSN.
"Ini mungkin saja perlu diatur lebih besar baik, mengingat kami-kami misalnya dalam OJK inovasi pelaporan itu tergantung terhadap inovasi kebijakan. Misalnya, baik pemerintah maupun nanti ada permintaan dari DPR RI atau pemerintah tolong diminta pelaporan ini, minta ini, minta ini. Nah, itu kan kita harus cepat merespon kebijakan pemerintah maupun pengaturan-pengaturan yang ada," kata Agus.
Artinya, pihaknya merasa apabila harus mengajukan usulan terlebih dahulu ke BDSN/BPS untuk inovasi pelaporan ini, maka menghasilkan situasi menjadi kompleks.
OJK menetapkan laporan-laporan yang tersebut wajib disampaikan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk kepentingan pengawasan terhadap LJK, dan juga melakukan diseminasi untuk kepentingan pemangku kepentingan.
Adapun laporan juga diseminasi yang dimaksud tumbuh sesuai dengan permintaan pengawasan untuk memenuhi standar internasional.
Atas latar belakang itu, pelaksanaan statistik di tempat OJK dilaksanakan secara dinamis dan juga fleksibel sesuai dengan aspek regulasi juga kebijakan yang tersebut ditetapkan.
Kewajiban-kewajiban yang dimaksud juga diharapkan tak menambah beban administratif, redundansi, lalu tumpang tindhi pengelolaan data/statistik dalam OJK dan juga BDSN.
"Kalau boleh, pelaporan rencana statistik setiap tahun itu tetap saja menjadi kewenangan masing-masing lembaga sesuai dengan kewenangan yang tersebut ada di dalam undang-undang masing-masing, tetapi hasilnya bisa saja saling dipertukarkan dengan baik," ungkap Agus.