berita viral

Kumpulan puisi Chairil Anwar: Inspirasi di dalam Hari Puisi Nasional

ligapedianews.com DKI Jakarta – Hari Puisi Nasional menjadi momen yang digunakan tepat untuk mengenang serta merayakan karya-karya luar biasa dari Chairil Anwar.

Puisi-puisi Chairil Anwar, dengan kata-katanya yang dimaksud tajam dan juga penuh semangat, tidaklah semata-mata menginspirasi generasi pada masanya, tetapi juga terus hidup di area hati sejumlah orang hingga sekarang.

Dalam setiap bait, kita dapat merasakan betapa dalamnya perasaan lalu pemikiran yang tersebut ia sampaikan, juga semangat yang mana menggelora untuk terus berjuang dan juga berkarya. Berikut kumpulan puisi Chairil Anwar yang dimaksud menginspirasi:

Hukum (Maret 1943)

Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.

Bungkuk jalannya – Lesu
Pucat mukanya – Lesu
Orang mengumumkan satu nama jaya
Mengingat kerjanya serta jasa

Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik pada angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!

Aku (1943)

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seseorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap saja meradang menerjang

Luka dan juga bisa jadi kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih besar bukan perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Suara Waktu senja (Februari 1943)

Dunia badai dan juga topan
Manusia mengingatkan "Kebakaran dalam Hutan"

Jadi ke mana
Untuk damai serta reda?

Mati.

Barang kali ini diam kaku saja
Dengan ketenangan selama bersatu
Mengatasi suka juga duka
Kekebalan terhadap debu serta nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dalam dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.

Atau ini.

Peleburan di Tiada
Dan sekali akan menghadap cahaya.

Ya Allah! Badanku terbakar – segala samar.
Aku telah melintasi batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.

Kesabaran (Maret 1943)

Aku tak dapat tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jarak jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam pendapat bertalu-talu
Di sebelahnya api serta abu

Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! bukan jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli

Keras membeku air kali
Dan hidup tidak hidup lagi

Kuulangi yang tersebut dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang dimaksud mesti tiba

Karawang – Bekasi (1948)

Kami yang tersebut pada masa kini terbaring antara Karawang – Bekasi
Tidak dapat teriak “Merdeka” lalu angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang mana bukan lagi mendengar deru kami
Terbayang kami forward dan juga berdegap hati?

Kami bicara padamu di hening di dalam di malam hari sepi
Jika dada rasa hampa lalu jam dinding yang berdetak
Kami berakhir muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami telah coba apa yang mana kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami telah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum mampu memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan juga harapan
Atau tidaklah untuk apa-apa
Kami tidaklah tahu, kami bukan bisa saja lagi berkata
Kaulah sekarang yang mana berkata

Kami bicara padamu pada hening di dalam di malam hari sepi
Jika dada rasa hampa lalu jam dinding yang digunakan berdetak

Kenang-kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di tempat garis batas pernyataan lalu impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi

Related Articles