
ligapedianews.com DKI Jakarta – Kebudayaan Suku Baduy dikenal dengan kearifan lokalnya yang tersebut masih kental, teristimewa di hidup sehari-hari yang dimaksud sangat bergantung pada alam. Mereka mengandalkan sumber daya alam di mata pencaharian, seperti bertani, bertenun, dan juga menghasilkan gula aren.
Suku yang menetap pada kawasan Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Daerah Lebak, Banten ini tinggal di dalam kawasan cagar budaya seluas 5.101,85 hektar.
Dikelilingi oleh hutan juga alam yang masih asri, wilayah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang tersebut ingin merasakan keberadaan yang mana harmonis dengan alam.
Sebagai bentuk pelestarian budaya kemudian lingkungan, penduduk Baduy menerapkan nilai-nilai adat yang mana diwariskan turun-temurun. Mereka hidup pada kesederhanaan sebagai bentuk rasa syukur untuk alam.
Tak heran apabila hidup dia masih mempertahankan tradisi leluhur, termasuk cara merek bekerja dan juga menjalani aktivitas sehari-hari.
Keunikan tradisi yang dimaksud dijaga oleh penduduk Baduy menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan dengan segera keberadaan mereka.
Tak semata-mata itu, berbagai bentuk kearifan lokal yang mana masih dipraktikkan hingga sekarang juga menghasilkan banyak orang tertarik untuk mengenalnya lebih tinggi dalam. Beberapa di dalam antaranya adalah:
1. Semangat gotong royong
Dalam publik Baduy, gotong royong dikenal dengan istilah Dugdug Rembug, yakni kegiatan bersatu yang diadakan secara spontan untuk membantu satu sebanding lain.
Tradisi ini tidaklah semata-mata meningkatkan kekuatan hubungan sosial, tetapi juga menjadi wujud kepatuhan terhadap pemimpin adat. Bagi mereka, gotong royong adalah salah satu bentuk rasa syukur yang dimaksud diwujudkan melalui kerja mirip pada berbagai aspek kehidupan.
2. Lumbung penyimpanan hasil tani
Untuk memenuhi permintaan sehari-hari, warga Baduy memiliki tempat penyimpanan hasil panen, khususnya padi. Padi yang dimaksud sudah dipanen akan dikeringkan di waktu cukup lama sebelum akhirnya disimpan di tempat lumbung yang mana disebut leuit.
Lumbung ini dibuat menggunakan komponen alami seperti bambu juga kayu untuk dinding, juga ijuk atau daun kelapa sebagai atapnya. Biasanya, lumbung dibangun agak berjauhan dari rumah guna mengurangi risiko kebakaran atau gangguan lainnya.
3. Rumah yang tersebut berbentuk panggung
Seluruh rumah di tempat pemukiman Suku Baduy memiliki bentuk yang dimaksud seragam, yakni rumah panggung. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan antarwarga dan juga menjaga kesederhanaan di keberadaan sosial.
4. Melindungi kelestarian alam dengan tidak ada merusaknya
Dalam hidup sehari-hari, rakyat Baduy sangat menjaga kebersihan lingkungan. Mereka mandi di area sungai menggunakan daun honje atau kecombrang sebagai pengganti sabun. Untuk membersihkan gigi, dia memanfaatkan sabut kelapa sebagai sikat alami.
Adat dia melarang penyelenggaraan sabun lalu sampo oleh sebab itu dianggap dapat mencemari sungai. Begitu pula pada mencuci pakaian, dia cuma menggunakan batu sungai untuk menggilas pakaian tanpa material kimia.
5. Sistem pertanian juga kerajinan bernilai ekonomi
Masyarakat Baduy memanfaatkan sumber daya alam untuk menghasilkan kembali barang bernilai ekonomi. Mereka mengolah rotan, lapisan kulit kayu, hingga durian khas Baduy menjadi barang yang digunakan dapat dijual.
Selain itu, merekan juga memproduksi madu, khususnya madu hitam, yang tersebut terkenal mempunyai khasiat tinggi. Banyak warga Baduy Luar yang tersebut bepergian ke kota untuk menjajakan madu mereka.
Di bidang kerajinan, keterampilan menenun menjadi salah satu warisan budaya yang dimaksud tetap memperlihatkan lestari. Kain tenun khas Baduy memiliki corak dan juga warna yang digunakan unik, mencerminkan identitas budaya mereka.
Kini, hasil tenun Baduy telah mampu ditemukan di area berbagai sistem digital lalu lingkungan ekonomi daring, sehingga makin dikenal oleh warga luas.
Dengan mempertahankan kearifan lokal ini, Suku Baduy tetap saja menjaga tradisi leluhur mereka di dalam sedang modernisasi. Kehidupan mudah yang dia jalani menjadi cerminan betapa harmonisnya hubungan merekan dengan alam dan juga budaya yang mana diwariskan turun-temurun.