teknologi

Kriminalisasi Marak, Satya Bumi: Permen Perlindungan Hukum Aktivis Lingkungan Harus Dimaksimalkan

Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup lalu Kehutanan (KLHK) menerbitkan aturan pemeliharaan terhadap aktivis lingkungan. Melalui Permen LHK Nomor 10/2024 yang mana diteken Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada 30 Agustus 2024 ini, aktivis lingkungan, baik orang maupun kelompok hingga organisasi, mendapat pengamanan hukum menghadapi upaya memperjuangkan hak menghadapi lingkungan hidup yang mana baik dan juga sehat.

Satya Bumi mengapresiasi langkah progresif yang mana dijalankan KLHK mengingat Permen LHK ini adalah salah satu item yg telah lama ditunggu para pegiat lingkungan sebab banyaknya kasus-kasus kriminalisasi yang dimaksud selama ini terjadi pada aktivis lingkungan. 

Merujuk pada Laporan Pemantauan Situasi Pembela HAM Lingkungan Hidup 2023 yang dimaksud disusun Satya Bumi serta Protection Internasional: “Tren Diversifikasi Pasal lalu Meluasnya Spektrum Pelanggaran HAM terhadap Aktivis Lingkungan Indonesia 2023”, ditemukan total 39 tindakan hukum dengan total 57 serangan dan juga ancaman, juga lebih besar dari 1.500 korban individu kemudian 22 korban kelompok sepanjang 2023.

Sementara pada paruh pertama 2024, Satya Bumi mencatat terdapat 13 perkara dengan total 23 serangan serta ancaman, juga 64 korban individu kemudian 7 korban kelompok yang melibatkan 24 pelaku serangan & ancaman.

Menurut Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien, Permen ini harus dilihat sebagai turunan dari Pasal 66 UU PPLH yang tersebut memberikan pelindungan untuk rakyat serta pejuang lingkungan. Aturan ini melengkapi peraturan dalam berbagai lembaga yang digunakan sudah ada ada, seperti Pedoman Jaksa Agung Nomor 8/2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di dalam Area Perlindungan juga Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1/2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Kedua aturan itu yang dimaksud selama ini harus menjadi pedoman bagi jaksa dan juga hakim untuk memeriksa perkara terkait pembela lingkungan korban kriminalisasi. Selain itu, juga Peraturan Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur pelindungan Terhadap Pembela HAM, juga Standar Norma kemudian Pengaturan Komnas HAM Nomor 6 tentang Pembela Hak Asasi Manusia.

“Terbitnya Permen LHK ini  bisa menguatkan biosfer instrumen pelindungan bagi pembela lingkungan. Bahkan Permen LHK ini juga memungkinkan adanya bantuan hukum terhadap orang yang tersebut dikriminalisasi,” kata Andi melalui arahan tertulis, Rabu, 11 September 2024.

Menurutnya, hal yg perlu dilihat lebih besar lanjut dari Permen LHK ini adalah persoalan teknis penilaian permohonan pelindungan dari si pembela lingkungan atau penilaian pada menentukan apakah suatu tindakan terhadap pembela lingkungan adalah tindakan balasan atau bukan. “Hal ini mesti dapat dipertanggungjawabkan oleh regu penilai dengan mekanisme yang tersebut juga akuntabel,” ujarnya.

Andi menambahkan, akibat nantinya akan ada pasukan penilai yang mana diisi orang-orang tertentu, maka seharusnya pasukan itu diisi oleh mereka yang mana paham konteks persoalan hukum seperti tindakan pembalasan, kriminalisasi, penyelenggaraan hukum secara sewenang-wenang.

Sementara itu, hal lain yang mana masih memungkinkan menambah sulitnya implementasi Permen LHK ini, bahkan juga pedoman Kejaksaan, PerMA lalu juga PerkomnasHAM, menurut Andi, ialah adanya prospek kriminalisasi. Pasal-pasal kriminal tersebut, baik dari KUHP, UU Minerba, UU Perkebunan, hingga UU ITE, dianggap selalu menjadi celah untuk digunakan aparat pada membungkam masyarakat. “Maka salah satu upaya perlawanannya adalah memaksimalkan Permen LHK, Pedoman Jaksa Agung, Peraturan Mahkamah Agung dan juga Peraturan Komnas HAM tersebut,” kata Andi.

Pilihan Editor: Rektor Unpad Merespons Kasus Perundungan Mahasiswa Calon Dokter Spesialis

Related Articles