
Jakarta – Mempertahankan keseimbangan tulang bukan cuma wajib diwujudkan lansia, tetapi juga anak-anak remaja. Sebab, gangguan perkembangan tulang bukanlah cuma perihal lebih tinggi badan, melainkan mencakup struktur, kekuatan, kemudian kepadatan tulang yang tersebut menentukan kualitas hidup di masa dewasa.
Ketua Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Medis Universitas Indonesi (FKUI) RS Cipto Mangunkusumo, dr. Frida Soesanti, SpA(K), menjelaskan bahwa masa anak-anak hingga usia 20-30 tahun adalah fase penting pembentukan kepadatan tulang atau peak bone mass. Setelah menyeberangi usia tersebut, kata ia, kepadatan tulang cenderung mengecil secara alami. Karena itu, nutrisi serta aktivitas fisik yang mana cukup harus berubah jadi prioritas di dalam masa berkembang kembang.
“Tulang tidak hanya saja meningkat panjang lalu tebal, tapi juga berprogres di hal kepadatannya. Jika masa anak serta remaja tidaklah optimal, risiko osteoporosis ke usia dewasa akan meningkat,” ujar dr. Frida pada seminar daring Ikatan Dokter Anak Nusantara (IDAI) pada Selasa (21/10/2025).
Adapun faktor-faktor utama yang dimaksud mempengaruhi perkembangan tulang meliputi nutrisi (terutama kalsium serta vitamin D), aktivitas fisik atau olahraga teratur, juga keseimbangan hormon. Selain itu, penyakit kronis juga dapat menghambat pertumbuhan serta kepadatan tulang anak.
“Sekarang banyak anak dengan penyakit kronis yang digunakan dapat bertahan hidup akibat kemajuan medis, tapi tulangnya bukan bergabung ‘bertahan’,” jelasnya.
Dr. Frida menjelaskan tiga jenis gangguan mental utama perkembangan tulang pada anak lalu remaja:
1. Rickets (Riketsia) – gangguan mineralisasi tulang akibat kekurangan vitamin D dan juga kalsium, menghasilkan tulang berubah menjadi lunak serta sederhana melengkung.
2. Osteoporosis – penurunan kepadatan tulang yang digunakan menyebabkan tulang rapuh serta enteng patah, baik akibat faktor genetik (primer) maupun penyakit dan juga pemanfaatan obat tertentu seperti steroid (sekunder).
3. Dysplasia skeletal – kelainan bentuk tulang akibat gangguan jiwa perkembangan kerangka tulang.
Kasus osteogenesis imperfecta, salah satu bentuk osteoporosis primer bawaan, ditandai tulang yang digunakan enteng patah bahkan sejak di kandungan. “Ada anak yang digunakan tulangnya bisa jadi patah spontan tanpa trauma berarti,” kata dr. Frida.
Sementara itu, anak-anak dengan asma, leukemia, penyakit ginjal, gangguan mental hati, atau gangguan jiwa endokrin seperti sindrom Turner dan juga Klinefelter berisiko lebih tinggi tinggi mengalami osteoporosis sekunder. Pemakaian steroid jangka panjang juga mempercepat penurunan massa tulang.
“Kita rutin fokus mengobati penyakit utamanya, tapi lupa memperhatikan tulangnya. Padahal, anak-anak ini penting dukungan fisik dan juga nutrisi agar kualitas hidupnya tidaklah menurun,” ujarnya.
Pencegahan juga Deteksi Dini
Dr. Frida menekankan pentingnya pemeriksaan dini pada anak dengan risiko tinggi, teristimewa jikalau rutin mengalami patah tulang tanpa sebab jelas, mempunyai bentuk tubuh tidaklah proporsional, atau riwayat penyakit kronis. Intervensi merupakan fisioterapi, suplementasi vitamin D juga kalsium, juga pengaturan aktivitas fisik dapat membantu memperbaiki keadaan tulang kemudian menghindari kecacatan.
Beberapa pasien yang tersebut sebelumnya tidak ada dapat berjalan akibat kerapuhan tulang, kata dr. Frida, sekarang bisa jadi beraktivitas normal pasca menjalani terapi rutin.
“Ada pasien kami yang dulunya tak dapat duduk, setelahnya diterapi setiap tahun dapat kembali sekolah dan juga kuliah,” katanya.
Meski Indonesia kaya sinar matahari, tindakan hukum rickets akibat kekurangan vitamin D kekal ditemukan. Pola hidup anak yang tersebut lebih tinggi sejumlah di di ruangan, bermain gadget, lalu kurang aktivitas luar ruangan berubah jadi penyebab utama.
“Jangan anggap semua anak Indonesia pasti cukup vitamin D sebab berbagai matahari. Kalau dia jarang mengundurkan diri dari rumah, hasilnya terus defisiensi,” tegasnya.
Menurut ia, gangguan mental perkembangan tulang pada anak dapat berdampak panjang hingga dewasa. Pencegahan dimulai sejak dini melalui pola makan bergizi, paparan sinar matahari cukup, olahraga rutin, juga deteksi dini pada anak dengan penyakit kronis.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Makanan yang dimaksud Baik untuk Aspek Kesehatan Tulang dan juga Sendi