
Ligapedianews.com Daerah Gaza – Usai berakhirnya fase pertama kesepakatan damai Wilayah Gaza pada Hari Sabtu (1/3), serta pada sedang ketidakpastian nasib pembahasan fase kedua, kegelisahan pun meningkat apabila perdamaian yang mana telah terjadi susah payah dicapai serta rapuh itu rusak kembali.
Hal ini akan berdampak pada tambahan dari 2 jt orang yang tinggal di tempat tempat kantong pantai yang tersebut terkepung tersebut, demikian Tajuk Xinhua pada Senin.
Masa depan warga Kawasan Gaza pada waktu ini masih terombang-ambing sebab munculnya berbagai usulan mengenai tata kelola pascaperang juga rekonstruksi, tetapi belum satu pun usulan mendapatkan penerimaan luas.
Meskipun terjadi ketidakstabilan, banyak warga menyatakan tekad mereka untuk menetap di dalam Gaza, kendati mereka itu berisiko terus mengalami pengungsian, kehancuran, dan juga ketidakpastian.
Fase Kedua Yang Mandek
Sumber keamanan Mesir menyatakan untuk Xinhua pada hari terakhir pekan (28/2) pekan lalu bahwa delegasi negeri Israel pada Kairo mengusulkan perpanjangan fase pertama gencatan senjata Kawasan Gaza selama 42 hari.
Namun, rentetan negosiasi yang mana diadakan sejauh ini belum mengeksplorasi tentang fase kedua kesepakatan, yang digunakan sejatinya berupaya mengakhiri peperangan dalam Daerah Gaza lalu menjamin pencabutan penuh negara Israel dari Jalur Gaza, imbuh narasumber tersebut.
Sebagai respons, organisasi Hamas pada Hari Sabtu (1/3) menyampaikan bahwa usulan tanah Israel untuk menambah masa berlaku fase pertama kesepakatan gencatan senjata Daerah Gaza yang dimaksud "tidak dapat diterima", seraya menambahkan bahwa para mediator juga negara penjamin diharuskan untuk mewajibkan pihak pendudukan untuk mematuhi kesepakatan yang dimaksud di berbagai tahapannya.
Juru Bicara (Jubir) gerakan Hamas Hazem Qassem mengungkapkan bahwa masih belum ada negosiasi dengan kelompok Hamas mengenai tahap kedua kesepakatan tersebut, serta menuduh tanah Israel "menghindar dari komitmen untuk mengakhiri peperangan serta menarik diri sepenuhnya dari Gaza."
Pada Akhir Pekan (2/3) pagi waktu setempat, Kantor Awal Menteri (PM) tanah Israel mengungkapkan di sebuah pernyataan bahwa negeri Israel telah dilakukan menerima usulan Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata sementara dengan gerakan Hamas dalam Kawasan Gaza selama Ramadan dan juga liburan Paskah Yahudi
Bulan suci Ramadan umat Islam dimulai pada hari terakhir pekan serta akan berlangsung hingga 30 Maret, sedangkan pekan Paskah umat Yahudi akan diperingati mulai 12 hingga 20 April.
Pernyataan itu juga menekankan bahwa tanah Israel kemungkinan besar akan kembali bertempur apabila meyakini negosiasi tak efektif, pasca fase pertama kesepakatan gencatan senjata yang dimaksud melibatkan pembebasan sandera selama 42 hari berakhir pada Sabtu.
Wadah pemikir (think tank) negara Israel Institut untuk Studi Security Nasional negara itu berkomentar bahwa "Israel belum memenuhi tujuan peperangan yang tersebut ditetapkan oleh eselon politiknya, negeri Israel belum sepenuhnya menghancurkan kemampuan militer kemudian pemerintahan Hamas, dan juga pembebasan para sandera hingga pada waktu ini belaka bersifat parsial."
Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat mengungkapkan perdana menteri negara Israel mengawasi fase pertama gencatan senjata sebagai sesuatu yang tersebut menguntungkan lantaran adanya pembebasan sandera secara bertahap. Meski demikian, negeri Israel memandang fase kedua sebagai jebakan yang tersebut akan memaksa negara itu menarik diri sepenuhnya dari Gaza, sehingga membatasi kemampuannya untuk memiliki target Hamas.
Para analis mengungkapkan untuk Xinhua bahwa Netanyahu juga mendapat tekanan dari anggota Kabinet sayap kanan ekstrim, yang tersebut hanya sekali menyokong fase pertama lalu menuntut jaminan bahwa Kawasan Gaza tiada akan lagi mengancam Israel, atau dia akan meninggalkan koalisi. Penentangan merekan telah dilakukan menimbulkan pemerintah ragu untuk melanjutkan negosiasi.