
LIgapedianews.com Ibukota – Pusat Kelistrikan ASEAN (ASEAN Centre for Energy) menekankan pentingnya sistem kelistrikan yang dimaksud terintegrasi di area semua 10 negara anggota ASEAN guna menegaskan ketahanan energi di tempat kawasan.
Negara-negara anggota ASEAN telah lama meresmikan ASEAN Power Grid pada 1997, sebuah inisiatif untuk memulai pembangunan jaringan listrik regional yang mana terintegrasi, yang hingga implementasinya masih pada tahap awal lalu bersifat terbatas.
“Ini sebenarnya adalah sebuah ide yang tersebut sudah ada muncul sejak 20-30 tahun yang lalu. Idenya adalah bagaimana mengintegrasikan sistem kelistrikan di dalam seluruh negara ASEAN,” kata Manajer Senior untuk APAEC (ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation) di area Pusat Kelistrikan ASEAN, Beni Suryadi, pada acara “Talking ASEAN Seminar” pada Jakarta, Rabu.
Beni menguraikan integrasi sistem kelistrikan antara negara ASEAN dengan memperlihatkan adanya peluncuran salah satu pembangkit listrik di area Myanmar yang mana tersambung ke sistem, sehingga listrik yang digunakan dihasilkan dari pembangkit itu mampu digunakan di dalam rumah di area Bali.
Alih-alih memulai pembangunan pembangkit listrik sendiri pada negara masing-masing atau dalam area yang membutuhkan listrik, Beni menilai bahwa integrasi kelistrikan dapat menjadi sebuah subsidi silang antara tempat yang digunakan miliki prospek listrik namun permintaan rendah dengan wilayah lain yang digunakan mempunyai permintaan tinggi tetapi tak mempunyai kemungkinan pembangkit listrik.
“Ini juga terjadi di dalam Indonesia — sumber daya dan juga keperluan tidaklah terus-menerus berada di tempat tempat yang mana sama. Misalnya, kita punya banyak prospek pembangkit tenaga air di tempat Kalimantan, tapi permintaan tertinggi justru ada di dalam Jawa. Di ASEAN, Laos memiliki kemungkinan besar untuk tenaga air, tapi keperluan listrik di dalam sana tidak ada terlalu besar. Pusat permintaan listrik ada pada Singapura,” ucapnya.
Integrasi sistem kelistrikan, kata Beni, juga sanggup membantu negara-negara anggota ASEAN menangani isu pembaharuan iklim.
Dia mencontohkan, Thailand yang tersebut daripada mendirikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, maka lebih besar baik bagi mereka itu untuk terhubung ke sumber listrik dari energi terbarukan atau tenaga air dari Laos.
Di ketika yang digunakan sama, apabila Thailand bukan memanfaatkan kapasitasnya sendiri untuk mencapai keamanan energi atau memenuhi target NDC (Nationally Determined Contribution) pada pembaharuan iklim, maka akan sangat menantang.
Begitu juga dengan Singapura yang digunakan hampir tidaklah miliki prospek tenaga surya yang dapat dimanfaatkan di area atap bangunan, akibat hampir 99,9 persen listriknya berasal dari gas alam, dan juga sebagian kecil dari batu bara.
“Lalu, bagaimana Singapura bisa jadi menghadapi tantangan pembaharuan iklim? Satu-satunya cara adalah dengan memanfaatkan listrik yang mana berasal dari energi terbarukan. Itu bisa saja datang dari Laos, atau juga dari Indonesia, misalnya,” ujar Beni.
Lebih lanjut, ASEAN Centre for Energy mencatat bahwa integrasi sistem kelistrikan ASEAN akan berpotensi meningkatkan Layanan Domestik Bruto (PDB) hingga 3 triliun dolar Amerika Serikat (sekitar Rp49.000 triliun).
“Selain itu, integrasi ini juga akan menciptakan sekitar 1,45 jt lapangan pekerjaan segera juga jangka panjang. Semua orang tahu menyadari bahwa ASEAN menganut prinsip pergerakan bebas tenaga kerja terampil, jadi orang insinyur dari Indonesia bisa jadi bekerja dalam negara ASEAN lainnya,” tambah dia.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Teknologi AI di tempat situs web ini tanpa izin ditulis dari Kantor Berita ANTARA.