berita viral

Sinopsis “Perang Kota”: Dari pertempuran hingga segregasi gender

ligapedianews.com Ibukota Indonesia – Film "Perang Kota" karya sutradara Mouly Surya menghadirkan sebuah kisah dramatis yang digunakan tidak ada hanya sekali berpusat pada aksi pertempuran kemerdekaan, tetapi juga menyentuh isu-isu yang digunakan tambahan dalam, seperti pertarungan ideologi, bahasa, kemudian segregasi gender di relasi kekuasaan.

Film berdurasi 118 menit ini diproduksi oleh Cinesurya, Starvision, lalu Kaninga Pictures, dan juga dibintangi oleh aktor-aktris ternama seperti Chicco Jerikho, Ariel Tatum, lalu Jerome Kurnia.

Berlatar waktu dalam DKI Jakarta pada tahun 1946, film ini menggambarkan suasana kota yang digunakan porak poranda akibat konflik bersenjata pasca-Proklamasi Kemerdekaan.

Di sedang kekacauan tersebut, penonton diajak mengikuti kisah ISA (diperankan Chicco Jerikho), seseorang mantan pejuang juga pemain biola berusia 35 tahun yang tersebut pada masa kini menjadi guru sekolah dasar. Meski dikenal sebagai pahlawan revolusi, Isa menyimpan trauma mendalam yang mana membuatnya mengalami disfungsi seksual pada rumah tangganya.

Isa tinggal dengan istrinya, Fatimah (Ariel Tatum), lalu anak angkat mereka, Salim. Untuk menyambung hidup, Isa mencuri buku tulis lantaran murid-murid tak lagi datang ke sekolah. Pusat Kota Jakarta, yang tersebut disebut pernah dideklarasikan sebagai kota merdeka, saat ini dikuasai oleh tentara Gurkha, Inggris, juga Belanda, juga bahkan ditinggalkan oleh presiden.

Bersama Hazil (Jerome Kurnia), pribadi pemuda tampan yang mana juga murid biolanya, Isa berpartisipasi pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Namun di dalam balik semangat Hazil, tersembunyi perselingkuhan dengan Fatimah. Menyadari bahwa Hazil mampu menghamili istrinya, Isa memilih diam kemudian bersedia mengakui bayi yang dimaksud sebagai anaknya sendiri.

Konflik memuncak ketika Isa juga Hazil menyusun rencana untuk meledakkan sebuah bioskop di area Pasar Senen—tempat berkumpulnya para pejabat Nica serta kolonial Belanda.

Target utama mereka adalah Van Mook, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang mana masih menganggap Indonesia sebagai tanah airnya. Namun, misi yang disebutkan berakhir dengan pengkhianatan. Hazil membocorkan nama-nama rekannya kemudian Fatimah akhirnya meninggalkan Isa.

Meski ditinggalkan serta dikhianati, Isa akhirnya menemukan kedamaian batin. Film ini pun menyajikan refleksi tentang makna perjuangan bagi orang-orang biasa di sebuah kota yang digunakan sedang berkobar.

Film "Perang Kota" diadaptasi dari novel klasik "Jalan Tak Ada Ujung" karya Mochtar Lubis, kemudian tak belaka menghadirkan aksi, namun juga nuansa kebahasaan serta gender yang tersebut kuat.

Bahasa Belanda pada film ini ditampilkan sebagai simbol kekuasaan kolonial pasca-Perang Global II yang digunakan harus dilawan. Di sisi lain, penyelenggaraan Bahasa Indonesia menjadi simbol perlawanan terhadap warisan kolonial di keberadaan sehari-hari. Seruan “merdeka!” pada dialog para tokoh menggambarkan semangat itu secara jelas.

Keputusan Mouly Surya untuk mempertahankan keberagaman bahasa di dialog menjadi pendekatan artistik yang mana berani. Meski berisiko memunculkan kebingungan bagi sebagian penonton, tata pernyataan yang dimaksud ditata oleh Vincent Villa jika Prancis lalu diadakan di dalam Kamboja berhasil menyampaikan dialog dengan lantang. Penambahan teks terjemahan turut membantu penonton mengikuti alur cerita dengan tambahan mudah.

Daftar pemeran pada film "Perang Kota"
Film Perang Daerah Perkotaan dibintangi oleh aktor lalu aktris kenamaan Indonesia, seperti:

  • Chicco Jerikho sebagai Isa
  • Ariel Tatum sebagai Fatimah
  • Jerome Kurnia sebagai Hazil
  • Rukman Rosadi
  • Imelda Therinne
  • Faiz Vishal
  • Anggun Priambodo
  • Indra Birowo
  • Alex Abbad
  • Dea Panendra
  • Ar Barrani Lintang
  • Kin Wah Chew

Film ini dijadwalkan tayang pada bioskop seluruh Indonesia pada 30 April 2025 mendatang.

"Perang Kota" diklasifikasikan sebagai film untuk penonton usia 17 tahun ke berhadapan dengan oleh Lembaga Sensor Film. Selain menyajikan kisah perjuangan, film ini juga menggugah pemikiran tentang identitas, relasi kekuasaan, dan juga perjuangan personal yang terbungkus pada gejolak sejarah Indonesia.

Related Articles