
Ligapedianews,com JAKARTA – Klarifikasi ending film Conclave menarik perhatian pencinta film. Apalagi, dalam Academy Awards ke-97, film ini berhasil meraih kemenangan Oscar untuk Skenario Adaptasi Terbaik.
Anda kemungkinan besar tak menduga akhir yang tersebut paling mengejutkan dari akhir cerita film tentang pemilihan paus baru, tetapi penting untuk diingat bahwa Vatikan adalah negara yang berantakan lalu hidup untuk drama.
Conclave karya Edward Berger, yang mana diadaptasi dari novel karya Robert Harris, menampilkan ritual yang tersebut mencolok serta pertunjukan Katolik Roma yang mana penuh hiasan, sekaligus menawarkan pandangan yang mana intim, meskipun cuma khayalan tentang proses di area balik layar serta konfrontasi yang dimaksud kejam yang mana terjadi di pemilihan paus tertinggi. Namun, akhir film ini akan mengejutkan penonton, itu bukanlah satu-satunya rahasia yang dimaksud terungkap selama dua jam tayang dan juga itu memainkan tema kemajuan versus tradisi yang menjadi konflik utama Konklaf.
Penjelasan Ending Film Conclave
Dikutip vulture, Ralph Fiennes berperan sebagai Kardinal Lawrence, dekan Dewan Kardinal yang mana bertugas mengawasi konklaf kepausan pasca kematian mendadak Paus. Kandidat pilihannya untuk uskup Roma berikutnya adalah Kardinal Bellini (Stanley Tucci), individu liberal dengan pandangan (relatif) berpikiran maju. Di sisi lain dari perpecahan ideologis adalah Kardinal Tedesco (Sergio Castellitto), orang kritikus keras mendiang Paus yang menganggap gereja sudah menjadi terlalu berpikiran terbuka, dan juga Kardinal Adeyemi (Lucian Msamati), yang percaya bahwa kaum gay harus dihukum penjara, lalu neraka.
Lalu, ada Kardinal Tremblay (John Lithgow) yang dimaksud ambisius, pribadi kandidat yang mana condong ke liberal tetapi satu-satunya keyakinannya yang dimaksud sebenarnya tampaknya adalah bahwa ia harus menjadi Paus.

Kartu liar konklaf datang pada bentuk Kardinal Benitez (Carlos Diehz), uskup agung kelahiran Meksiko di tempat Kabul. Karena Benitez diangkat ke jabatannya in pectore — yang mana berarti mendiang paus melakukannya tanpa memberi tahu siapa pun — ia merupakan tambahan yang digunakan mengejutkan bagi Dewan Kardinal. Ada informasi terbatas tentang Benitez, tetapi asisten Lawrence, Monsignor O’Malley (Brían F. O’Byrne), menggunakan perannya sebagai orang luar konklaf untuk mengakumulasi lalu berbagi informasi dengan Lawrence, termasuk bahwa Benitez hampir mengundurkan diri sebagai uskup agung oleh sebab itu alasan kondisi tubuh yang dimaksud misterius.
Saat pemungutan ucapan dimulai, Lawrence mengetahui bahwa Bellini bukan mempunyai pendapat untuk menjadi paus. Namun selama konklaf, ia juga mengungkap mengapa kandidat lain tak layak untuk peran tersebut. Adeyemi mengatur di pemungutan pendapat hingga ditemukan bahwa ia miliki hubungan rahasia (dan kemungkinan anak) dengan individu biarawati berusia 19 tahun beberapa dekade sebelumnya. Tremblay tampaknya menjadi pilihan berikutnya yang digunakan mungkin saja sampai ia terbongkar telah terjadi membayar beberapa kardinal untuk memilihnya, dikarenakan sudah diberhentikan oleh paus pada tindakan terakhirnya. Pada akhirnya, tampaknya harapan terakhir kaum liberal jatuh terhadap Tedesco dan juga Lawrence sendiri, tetapi serangan teroris memacu Tedesco untuk menyampaikan pidato berapi-api yang tersebut mencela toleransi terhadap Islam kemudian mendeklarasikan konflik agama, yang digunakan membuatnya kehilangan dukungan dari semua orang kecuali para pembelanya yang mana paling keras.
Menanggapi luapan amarah Tedesco, Benitez — yang dimaksud telah terjadi meninjau konflik nyata secara dengan segera — memberikan arahan balasan tentang tidaklah menyerah pada kebencian, dengan menegaskan bahwa gereja tidak ada peduli dengan tradisi atau masa lalu, tetapi “apa yang kita lakukan selanjutnya.” Langkah selanjutnya ternyata adalah memilih Benitez menjadi paus. Namun, tepat pada waktu Benitez memilih nama kepausannya, Innocent, O’Malley kembali untuk berbagi apa yang tersebut telah dilakukan ia pelajari tentang klinik dalam Swiss tempat Benitez hampir pergi untuk berobat. Lawrence berhadapan dengan paus yang dimaksud baru terpilih, yang menyampaikan kebenaran: Meskipun Benitez dibesarkan sebagai laki-laki, ia lahir dengan rahim kemudian ovarium. Ia masih mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki, sambil mengakui bahwa di dalam mata sebagian orang, kromosomnya akan mendefinisikannya sebagai perempuan.
Pengungkapan Konklaf bahwa Benitez adalah interseks mengikuti novelnya dengan saksama — filmnya secara keseluruhan merupakan adaptasi yang tersebut sangat setia — tetapi ada beberapa perbedaan utama yang mana berbicara tentang tema-tema yang digunakan mendasarinya. Sementara pada buku serta film, paus baru itu menyatakan, “Saya adalah apa yang dimaksud Tuhan ciptakan,” pada film yang dimaksud ia menekankan bahwa identitas interseksnya dapat membuatnya lebih banyak berguna di perannya, justru lantaran ia “ada di area antara kepastian.” Itu adalah panggilan balik ke homili dadakan yang tersebut disampaikan Lawrence sebelum para kardinal diasingkan, di area mana ia menegaskan bahwa “kepastian adalah musuh persatuan serta toleransi.” Lawrence, yang mana sudah berjuang melawan keraguannya sendiri, menginginkan pribadi paus yang dimaksud ragu lalu berdosa. Hal ini dibaca oleh sebagian besar kardinal sebagai permohonan untuk memilih seseorang liberal dan juga di area situlah akhirnya konklaf berakhir, dengan orang paus yang mana identitas gendernya, betapapun tidaklah disengaja, merupakan langkah progresif yang dimaksud radikal bagi gereja.
Beberapa orang akan menganggap pengungkapan tahap akhir Konklaf sebagai pembaharuan yang murahan, kemudian mengingat seberapa sejumlah film yang dimaksud memperdagangkan rumor dan juga kekejian tingkat Bravo, itu bukanlah kesimpulan yang mana bukan masuk akal. Pemilihan Benitez sebagai paus dalam berada dalam kejatuhan saudara-saudaranya mencerminkan realitas kompleksitas manusia — tak akan pernah ada kandidat untuk paus tertinggi tanpa kekurangan. Tentu saja, identitas interseks bukanlah kekurangan, tetapi anatomi Benitez yang mana secara tradisional adalah perempuan akan dianggap sebagai tanda yang mana merugikannya oleh para kardinal Katolik Roma yang digunakan memilihnya.