
Ligapedia.news Ibukota – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap beberapa orang sektor yang masih prospektif untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan pada tahun ini, antara lain termasuk bidang pengolahan atau manufaktur dan juga perdagangan besar.
Per Februari 2025, OJK mencatatkan porsi penyaluran kredit perbankan masih didominasi oleh sektor pengolahan (15,69 persen) serta perdagangan besar (14,98 persen). Apabila dilihat dari rasio kredit macet (NPL) secara tahunan, kedua lapangan usaha yang disebutkan tumbuh dengan baik setahun belakangan, meskipun NPL bidang pengolahan sedikit meningkat secara tahunan.
“Ini menandakan kedua lapangan usaha yang dimaksud masih memiliki prospek yang baik untuk dibiayai oleh perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Bank OJK Dian Ediana Rae di dalam Jakarta, Senin.
Berdasarkan data OJK, sampai dengan Februari 2025, laju perkembangan kredit pada sektor manufaktur tercatat naik sebesar 11,46 persen year on year (yoy) dengan rasio NPL gross lalu loan at risk (LaR) yang digunakan tetap saja terjaga masing-masing sebesar 2,93 persen lalu 10,08 persen.
Hal yang disebutkan menunjukkan sektor manufaktur miliki kemungkinan untuk terus meningkat di rangka memenuhi keinginan terhadap barang konsumsi (pangan, pakaian, elektronik, otomotif, juga sebagainya), meningkatkan jumlah ekspor barang jadi ke berbagai negara, juga menjalankan salah satu peran pada penciptaan lapangan pekerjaan.
Namun demikian, seiring dengan ketidakpastian kondisi global antara lain arah kebijakan moneter akibat pengenaan tarif impor global termasuk pengenaan tarif impor Amerika Serikat untuk Indonesia, diproyeksikan terdapat sektor manufaktur yang digunakan miliki porsi ekspor terbesar ke Negeri Paman Sam yang mana akan terdampak.
Dian mengatakan, perkembangan kebijakan tarif ke depannya perlu untuk terus dipantau dengan tetap saja mempertahankan competitive advantage komoditas ekspor Indonesia dibandingkan negara lainnya.
“OJK senantiasa memberikan arahan untuk bank apabila terjadi inovasi kondisi baik di tempat pangsa global maupun domestik,” ujar dia.
Terkait penyaluran kredit pada sektor manufaktur, Dian menyatakan terdapat beberapa kebijakan prudensial yang digunakan dapat dimanfaatkan oleh perbankan, salah satunya penilaian kualitas kredit manufaktur yang disalurkan perbankan dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar dapat hanya saja didasarkan menghadapi ketepatan membayar pokok dan/atau bunga.
Bank juga dapat memanfaatkan kebijakan penyediaan dana bank terhadap BUMN pada rangka kredit manufaktur dapat dikenakan limit Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) sampai dengan 30 persen dari modal bank.
“Limit yang dimaksud lebih tinggi longgar daripada limit untuk penyediaan dana untuk pihak terkait bank (10 persen dari total modal) kemudian selain pihak terkait yang digunakan bukanlah merupakan BUMN (25 persen dari modal inti),” ujar Dian.
Di samping itu, di hal penyediaan dana di rangka kredit manufaktur dijamin oleh lembaga penjaminan/asuransi BUMN lalu BUMD, maka penyediaan dana yang disebutkan dapat dikategorikan sebagai kegiatan pemerintah yang digunakan mendapatkan pengecualian BMPK.
Adapun sektor yang mana dinilai masih prospektif bagi perbankan tiada hanya saja manufaktur serta perdagangan besar. Dian menilai bahwa lapangan usaha non-migas juga miliki prospek yang digunakan baik ke depan apabila mampu dikembangkan dengan baik.
Melihat peningkatan permintaan elektronik dan juga bidang otomotif, imbuh dia, Indonesia juga miliki prospek pada pengembangan semikonduktor mulai dari pertambangan (silika, tembaga, bauksit, emas), pengolahan, pembuatan, hingga fabrikasi semi konduktor.
Nikel berada dalam menjadi hot commodity terkait dengan berkembangnya kendaraan listrik (electronic vehicle/EV), mengingat nikel menjadi materi utama penyimpan daya lithium EV kemudian Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar.
Proses proses lanjut nikel dapat dimulai dari proses penambangan, penyelenggaraan smelter, produksi dan juga perakitan penyimpan daya juga daur ulang baterai. Sehingga dalam setiap tahapannya, Indonesia mempunyai peran lalu potensi pengembangan.
Namun seiring dengan berbagai kemungkinan tersebut, OJK masih memohon perbankan untuk melakukan analisis terhadap macroeconomic environment di lingkungan global dan juga domestik untuk mengantisipasi penurunan kinerja di dalam bidang komoditas yang mana dapat berdampak pada kualitas kredit bank.