
Ligapedia.news ASEAN Vision 2045 tidak belaka tentang mimpi regional, tapi juga tentang bagaimana Indonesia mengamankan masa depan ekonominya lewat kekuatan akar rumput
Jakarta – Ketika ASEAN mencanangkan ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015, banyak pelaku perniagaan mikro, kecil dan juga menengah (UMKM) pada kawasan ini yang digunakan memandangnya sebagai ancaman.
Bayang-bayang komoditas asing yang lebih tinggi kompetitif, ketimpangan akses pasar, hingga regulasi yang dimaksud kompleks menimbulkan UMKM dihadapkan pada tantangan besar.
Kini, satu dekade berselang, ASEAN berada dalam menyiapkan loncatan strategis baru melalui ASEAN Vision 2045. Visi ini memperluas arah integrasi perekonomian ke dimensi yang tersebut lebih banyak di yaitu perubahan fundamental digital, transisi hijau, kemudian keterhubungan kawasan yang tersebut tambahan erat.
Namun, untuk Indonesia, tantangan sekaligus prospek terbesar adalah bagaimana menjadikan UMKM sebagai kekuatan kegiatan ekonomi regional yang tersebut mampu mengatur pangsa ASEAN dalam sedang kompetisi dan juga ketidakpastian global seperti konflik dagang.
UMKM Indonesia bukanlah sekadar pelengkap dunia usaha nasional. Dengan partisipasi lebih lanjut dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto kemudian menerima 97 persen tenaga kerja nasional, UMKM adalah kekuatan utama.
Namun, daya saing UMKM Indonesia di tempat tingkat regional masih belum optimal. Masih rendahnya literasi digital, keterbatasan pembaharuan produk, akses pembiayaan yang tersebut rumit, juga rendahnya keterhubungan ke pangsa ekspor menjadi hambatan yang belum terselesaikan secara sistemik.
Data Sekretariat ASEAN menunjukkan, UMKM menyumbang sekitar 85 persen lapangan kerja serta 44,8 persen terhadap Barang Domestik Bruto (PDB) kawasan. Namun, hanya saja 20 persen UMKM yang digunakan telah dilakukan sepenuhnya mengadopsi teknologi digital, menurut laporan Google-Temasek-Bain 2023 (e-Conomy SEA 2023 Report).
Di Indonesia sendiri, menurut data OJK (2023), 69,5 persen UMKM belum mendapatkan akses pembiayaan perbankan. Rasio kredit untuk UMKM nasional baru mencapai 20,3 persen dengan tingkat kredit macet (NPL) sebesar 4,02 persen.
Peluang strategis
Melalui ASEAN Vision 2045, kawasan ini memiliki target terbentuknya digital single market, pada mana UMKM dari negara manapun sanggup memasarkan produknya ke seluruh ASEAN. Ini adalah adalah kesempatan besar, tapi juga tantangan besar, teristimewa bagi usaha mikro kemudian kecil yang masih terkendala infrastruktur digital serta literasi teknologi.
ASEAN Vision 2045 membuka ruang yang dimaksud sangat luas bagi UMKM Indonesia untuk berkembang menjadi pemimpin lingkungan ekonomi kawasan, khususnya pada sektor dunia usaha kreatif, pertanian berbasis teknologi, kuliner lokal, serta hasil ramah lingkungan. Dengan kekayaan budaya kemudian keragaman sumber daya, Indonesia punya keunggulan diferensiatif yang dimaksud bukan dimiliki oleh negara anggota lainnya.
Peluang semakin besar dengan adanya ASEAN Digital Economy Framework yang memungkinkan pelaku perniagaan Indonesia untuk menembus bursa ASEAN melalui e-commerce lintas negara. Produk-produk UMKM Indonesia yang tersebut khas serta berbasis lokal dapat tampil sebagai identitas unggulan ASEAN apabila ditopang dengan branding nasional lalu logistik digital yang dimaksud kuat.
Meski demikian, ada tiga tantangan mendasar yang dimaksud masih harus dijawab secara kritis apabila UMKM Indonesia ingin menjadi pemimpin di dalam ASEAN.
Pertama, rendahnya kemampuan pembaharuan kemudian adopsi teknologi. Banyak UMKM Indonesia belum siap masuk ke habitat digital oleh sebab itu kurangnya akses pelatihan juga pendampingan. Menurut laporan Google–Temasek–Bain (2023), cuma 20 persen UMKM yang dimaksud telah lama sepenuhnya go digital.
Kedua, permasalahan legalitas juga administrasi. Masih berbagai pelaku UMKM yang digunakan belum mempunyai Nomor Induk Berusaha (NIB), NPWP, atau pemahaman dasar tentang prosedur keuangan. Hal ini ditegaskan pada Rencana Aksi Nasional UMKM 2020–2024 (KemenKopUKM), kemudian juga laporan OJK & BI (2022), yang mengatakan legalitas rendah sebagai penghambat utama akses keuangan formal.
Ketiga, lemahnya orientasi ekspor. UMKM Indonesia masih dominan beroperasi untuk lingkungan ekonomi domestik. Padahal, lingkungan ekonomi ASEAN menyediakan prospek luar biasa jikalau strategi pemasaran serta akses bursa disiapkan dengan matang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga lalu Kementerian Perdagangan pada 2023 menunjukkan bahwa kurang dari 15 persen UMKM Indonesia yang terlibat di ekspor.
Pemerintah sebagai penggerak
Pemerintah Indonesia perlu mengambil peran lebih lanjut aktif, bukanlah hanya saja sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai penggerak perubahan struktural UMKM. Proyek seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) harus terus diperkuat dengan menyasar sektor produksi juga inovasi. Hingga Maret 2025, Rp44,73 triliun sudah disalurkan terhadap 788.237 debitur, namun tantangannya tidak cuma pada volume, tetapi juga efektivitas.
Perlu dikembangkan model pelatihan terintegrasi lintas kementerian juga daerah. BLK Komunitas, politeknik vokasi, hingga inkubator industri harus menjadi simpul penguatan UMKM pada teknologi, pemasaran digital, serta ekspor.
Pemerintah pusat kemudian area juga harus menyederhanakan prosedur dan juga regulasi agar bukan menjadi beban tambahan bagi UMKM.
Indonesia juga dapat mengambil peran utama di harmonisasi kebijakan UMKM lintas negara ASEAN, misalnya melalui standardisasi halal, sertifikasi hasil ramah lingkungan, serta konektivitas logistik. Hal ini akan menguatkan sikap UMKM Indonesia sebagai pelopor integrasi dunia usaha kawasan.
Dengan segala keterbatasan yang mana ada, UMKM Indonesia masih memiliki modal besar untuk menjadi pemimpin bursa ASEAN. Karakter fleksibel, semangat bertahan di krisis, dan juga kreativitas berbasis lokal adalah kekuatan yang mana tak bisa jadi diremehkan. Yang dibutuhkan adalah keberpihakan yang digunakan nyata, sistem yang digunakan memudahkan, lalu kebijakan yang dimaksud progresif.
ASEAN Vision 2045 tidak hanya sekali tentang mimpi regional, tapi juga tentang bagaimana Indonesia mengamankan masa depan ekonominya lewat kekuatan akar rumput: UMKM.
Di berada dalam tantangan global seperti konflik dagang, UMKM bukan boleh menjadi korban pasif. Justru dari UMKM-lah, Indonesia bisa jadi merancang kepemimpinan kegiatan ekonomi kawasan yang tersebut inklusif juga berdaya saing.
*) Rioberto Sidauruk adalah Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI, Pemerhati Kondisi Keuangan Kerakyatan, Vice President ASEAN Small Medium Entrepreneurship Partnership/ASMEP (2015)