teknologi

Benarkah nada kasar ke Pengolah Bahasa Alami GPT sanggup hasilkan jawaban lebih tinggi akurat?

DKI Jakarta – Penelitian baru-baru ini menemukan di mana pengguna berbicara dengan nada kasar atau menuntut maka chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) mungkin saja memberikan jawaban yang lebih tinggi akurat dibandingkan ketika bertanya dengan nada sopan.

Penelitian untuk menguji apakah kesopanan atau kekasaran mempengaruhi kinerja sistem Artificial Intelligence itu dipublikasikan di dalam arXiv pada 6 Oktober, sebagaimana dilansir Live Science.

Penelitian ini direalisasikan dengan menguji 50 tentang pilihan ganda yang digunakan mencakup berubah-ubah topik, mulai dari sains, matematika, hingga sejarah. Setiap perihal diajukan untuk Asisten Percakapan GPT banyaknya sepuluhan kali dengan lima kategori nada yakni, sangat sopan, sopan, netral, kasar, kemudian sangat kasar.

"Hasil kami menunjukkan bahwa nada pengumuman yang digunakan kasar memunculkan hasil yang digunakan lebih besar baik daripada nada pengumuman yang tersebut sopan," tulis para peneliti pada makalah mereka.

Hasilnya, ketika ditanya dengan nada sangat sopan maka Chatbot GPT menjawab dengan tingkat akurasi sekitar 80,8 persen; tak lama kemudian tingkat akurasi dengan nada sopan berkisar 81,4 persen; tingkat akurasi dengan nada netral 82,2 persen; tingkat akurasi dengan nada kasar 82,8 persen; kemudian tingkat akurasi dengan nada sangat kasar meningkat hingga sekitar 84,8 persen.

Untuk pertanyaan yang digunakan sangat sopan, pertanyaan yang digunakan diajukan misalnya, "Bisakah saya mengajukan permohonan bantuan Anda untuk pertanyaan ini?" atau "Bisakah Anda berbaik hati untuk menjawab pertanyaan berikut ini?". Sedangkan, untuk pertanyaan yang tersebut sangat kasar, pertanyaan yang dimaksud diajukan misalnya, "Hei, pesuruh; coba pikirkan ini," atau "Saya tahu kamu tidak ada pintar, tapi coba ini."

Meski demikian, hasil penelitian ini tidak ada boleh dijadikan alasan untuk bersikap tidak ada sopan atau menghardik chatbot setiap saat. Sebaliknya, hasil penelitian yang tersebut masih terbatas ini menjelaskan bahwa Chatbot GPT sensitif terhadap petunjuk (prompt cues) yang mana diberikan oleh pengguna.

Para peneliti tak menyarankan untuk menggunakan interaksi antarmuka (interface) yang tersebut bersifat agresif atau beracun di interaksi manusia-AI sebab pemakaian bahasa yang digunakan menghina atau merendahkan dapat berdampak negatif pada pengalaman pengguna hingga berkontribusi menciptakan kebiasaan komunikasi yang mana buruk.

Penelitian ini merupakan bagian dari bidang baru yang tersebut disebut rekayasa prompt, yang digunakan berupaya menyelidiki bagaimana struktur, gaya, juga bahasa prompt mempengaruhi hasil chatbot berbasis kecerdasan buatan.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Teknologi AI di portal web ini tanpa izin tercatat dari Kantor Berita ANTARA.

Related Articles