berita terbaru

Aborsi lalu persetubuhan mampu divonis penjara, simak dasar hukumnya

Ibukota – Mudahnya akses informasi pada era serba internet pada waktu ini, tentunya menyebabkan suatu dampak bagi rakyat Indonesi sendiri. Tak cuma dampak positif, namun dampak negatif pun juga dapat terjadi.

Seperti mudahnya akses terhadap konten-konten pornografi. Hal ini yang tersebut dapat bermetamorfosis menjadi salah satu pemicu maraknya seks bebas di kalangan remaja ataupun meningkatnya tindakan hukum pelecehan seksual lalu sejenisnya.

Melihat dari tindakan hukum terbaru yakni Vadel Vadjideh (19) divonis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Ibukota Indonesia Selatan pada Hari Senin (29/9) melawan perkara aborsi dan juga persetubuhan yang dilakukannya terhadap anak Nikita Mirzani, Laura Meizani atau lebih tinggi dikenal Lolly (17). Tuntutan yang diterima Vadel yakni 12 tahun masa penjara dan juga denda Rp1 miliar.

Dalam hukum Indonesia, sudah ditetapkan bermacam aturan untuk menjerat para pelaku persetubuhan juga aborsi. Sehingga, bagi merekan yang dimaksud melakukan tindakan yang tersebut dilarang hukum ini, akan mendapatkan hukuman penjara, denda ataupun hukuman lainnya.

Kasus persetubuhan di hukum Indonesia

Menurut R. Soesilo, persetubuhan merupakan persatuan antara anggota kelamin pria serta wanita hingga menyebabkan keluarnya air mani. Pada dasarnya, persetubuhan ini merupakan hal yang digunakan manusiawi.

Namun jikalau tidaklah dilaksanakan sesuai aturan yang dimaksud berlaku, seperti tanpa adanya ikatan sah suami istri atau dikerjakan dengan anak di bawah umur, maka dianggap suatu perbuatan yang digunakan salah satunya pada kejahatan seksualitas lalu perzinahan.

Mereka yang melakukan tindakan ini, akan dihukum penjara paling lama 1 tahun serta denda paling banyak kategori II atau setara dengan Rp10 juta.

Hal ini sesuai dengan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan bahwa, “Setiap pemukim yang digunakan melakukan persetubuhan dengan pemukim yang mana tidak suami atau istrinya, dipidana dikarenakan perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling sejumlah kategori II”.

Namun, persoalan hukum perzinahan ini di antaranya di delik aduan. Pengaduan cuma sanggup dilaksanakan oleh suami atau istri yang mana terikat pernikahan atau pendatang tua bagi anaknya yang mana bukan terikat pernikahan.

Sementara, bagi dia yang melakukan persetubuhan terhadap anak-anak pada bawah umur, akan dipenjara paling lama 9 tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 287 ayat (1) KUHP.

“Barang siapa bersetubuh dengan pribadi wanita di dalam luar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya bukan ternyata, bahwa belum mampu dikawini, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Kasus ini akan masuk pada delik biasa, apabila sang anak belum berumur 12 tahun serta hukum dapat diproses tanpa laporan dari korban. Namun akan jadi delik aduan, apabila anak yang disebutkan telah berusia 12 tahun tetapi belum mencapai usia 15 tahun kemudian laporan pengaduan dibutuhkan segera dari korban.

Selanjutnya untuk pemerkosaan, akan dipidana penjara paling lama 12 tahun. Sebagaimana yang dimaksud diatur pada UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, tepatnya pada Pasal 472 ayat (1).

“Setiap warga dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana sebab melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun”.

Dalam pasal yang dimaksud juga diatur lebih banyak jelas terkait hukuman-hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual, sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu, seperti sasaran objeknya dan juga jenis perbuatannya.

Kasus aborsi di hukum Indonesia

Dalam perspektif medis, aborsi adalah suatu situasi dimana terhentinya kehamilan dengan kematian lalu pengeluaran janin sebelum janin viable (dapat hidup di luar komposisi secara mandiri). Janin belum dapat dikatakan viable jikalau usianya kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram.

Aborsi termasuk tindakan pengakhiran hidup janin juga dilarang oleh hukum, hal ini telah terjadi disebutkan pada Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Namun, aborsi memang benar bisa jadi dilaksanakan jikalau di kondisi-kondisi tertentu, yang digunakan diatur pada ayat selanjutnya, yakni Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan. Kondisi yang tersebut memperbolehkan dilakukannya aborsi antara lain:

  • Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik itu yang tersebut mengancam nyawa sang ibu atau janin yang digunakan menderita penyakit genetik berat, cacat bawaan, ataupun yang mana bukan dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi yang dimaksud apabila hidup ke luar kandungan.
  • Kehamilan yang tiada diinginkan akibat tindakan hukum perkosaan yang dimaksud menyebabkan trauma psikis bagi korban.

Sementara, bagi pendatang yang tersebut melakukan aborsi di luar dari keadaan tersebut, akan dikenakan sanksi sebab melakukan aborsi ilegal. Hukuman dapat dalam bentuk tahanan penjara maksimal 10 tahun kemudian denda maksimal Rp1 miliar, sesuai dengan Pasal 194 UU Kesehatan.

Lebih lanjut, apabila manusia wanita yang tersebut dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, menggugurkan, mematikan kandungannya, atau menyuruh pemukim lain untuk melakukan hal tersebut, akan diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.

Pernyataan ini sesuai dengan Pasal 346 KUHP, Pasal 463 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2023 KUHP, dan juga Pasal 427 UU Kesehatan.

Selain itu, di Pasal 428 UU Kesehatan, jikalau aborsi dikerjakan dengan persetujuan perempuan yang mana hamil, maka akan menerima hukuman penjara paling lama 5 tahun. Sementara, jikalau tanpa persetujuan perempuan tersebut, akan dihukum penjara paling lama 12 tahun.

Pada Pasal 348 ayat (1) serta (2) KUHP pun juga disebutkan bahwa warga yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya isi seseorang perempuan juga dengan izin dari perempuan tersebut, maka akan mendapatkan hukuman penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Adapun lantaran kejadian itu menyebabkan perempuan yang mana hamil meninggal dunia, maka akan terkena sanksi penjara selama maksimal 7 tahun.

Baik di pandangan hukum Indonesia ataupun hukum agama, persetubuhan dan juga aborsi merupakan hal yang digunakan sama-sama dilarang.

Oleh sebab itu, sebagai warga Indonesi yang merupakan negara hukum, alangkah baiknya apabila hidup dengan menaati norma-norma yang mana berlaku, agar terhindar dari beragam hukuman yang digunakan menanti pada masa yang tersebut akan datang.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Teknologi AI dalam web web ini tanpa izin tercatat dari Kantor Berita ANTARA.

Related Articles