
Jakarta – Guru Besar IPB University dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan juga Bidang Studi Kelautan (FPIK), Prof Etty Riani menyoroti temuan air hujan di dalam Ibukota Indonesia mengandung mikroplastik. Menurutnya fenomena ini memang benar dapat berjalan secara ilmiah.
“Mikroplastik, teristimewa yang dimaksud berukuran sangat kecil atau nanoplastik, memiliki massa ringan sehingga ringan terangkat ke atmosfer,” kata Prof Etty pada penjelasan seperti disitir dari website resmi IPB University, Mulai Pekan (20/10/2025).
Menurutnya, partikel mikroplastik bisa saja berasal dari beragam sumber di darat, mulai dari pertentangan ban kendaraan, pelapukan sampah plastik kering yang dimaksud terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis. Saat partikel itu sudah ada berada dalam udara, ia dapat terbawa angin lalu turun kembali ke bumi bersatu air hujan.
“Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik yang dimaksud melayang di dalam atmosfer akan menyatu dengan tetesan air hujan. Karena ukurannya sangat kecil, partikel itu tiada terlihat, sehingga air hujan tampak bersih padahal sudah ada tercemar,” jelasnya.
Prof Etty menambahkan, sumber mikroplastik di dalam udara perkotaan seperti Ibukota sangat beragam, dan juga unsur lingkungan seperti suhu tinggi dan juga udara kering dapat mempercepat pelapukan plastik. Akibatnya, partikel halus lebih lanjut simpel beterbangan dan juga masuk ke atmosfer.
“Tingginya penyelenggaraan plastik di keberadaan sehari-hari berubah jadi akar masalah. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, manusia tiada lepas dari plastik. Pada akhirnya, plastik itu terurai berubah menjadi mikroplastik serta nanoplastik,” ujarnya.
Ia menganggap diperlukan adanya langkah nyata dari pemerintah juga warga untuk menekan polusi plastik. Salah satunya dengan mengubah gaya hidup agar lebih besar ramah lingkungan, mengempiskan pemanfaatan plastik sekali pakai, dan juga memilah sampah sejak dari rumah.
“Kita penting hidup lebih banyak simpel lalu kembali ke alam. Kurangi pemanfaatan plastik, hindari item perawatan tubuh yang digunakan mengandung mikroplastik, serta biasakan memilah sampah,” tegas Prof Etty.
Ia juga menekankan pentingnya penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) juga penegakan sanksi bagi pihak yang dimaksud tidak ada memperkuat kebijakan pengurangan plastik.
“Plastik tidak semata-mata permasalahan lingkungan, tetapi juga kesulitan kesehatan. Di dalamnya ada unsur aditif berbahaya yang digunakan bisa jadi memulai kelainan hormonal lalu meningkatkan risiko kanker,” ujarnya.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warga RI Juara 1 Bumi Telan Mikroplastik, Ternyata ini Sumbernya