lifestyle

Membaca di area tempat gelap sanggup merusak mata, mitos atau fakta?

ligapedianews.com DKI Jakarta – Membaca pada kondisi pencahayaan redup atau bahkan gelap banyak kali mendapat peringatan tegas dari orangtua sejak kecil. Nasihat itu umumnya menyebutkan bahwa kebiasaan yang dimaksud dapat merusak mata. Namun, benarkah membaca dalam tempat gelap berdampak dengan segera pada kemampuan fisik mata?

Menurut Richard Gans, MD, dokter mata dari Cleveland Clinic Cole Eye Institute, membaca di cahaya redup tidak ada menyebabkan kecacatan permanen pada penglihatan. Akan tetapi, kondisi yang dimaksud dapat memicu kelelahan mata pada jangka pendek.

“Cahaya redup menyebabkan mata tambahan sulit fokus, sehingga dapat menyebabkan ketegangan atau kelelahan. Meski demikian, tiada ada bukti ilmiah bahwa membaca di kegelapan dapat merusak struktur mata secara permanen,” ujar Gans.

Selain rasa lelah, aktivitas visual yang menantang pada kondisi minim cahaya juga sanggup menyebabkan mata kering, lantaran tingkat kejadian berkedip berkurang. Tanda ini biasanya belaka bersifat sementara kemudian dapat diselesaikan dengan istirahat atau pengaplikasian obat tetes mata yang dijual bebas.

Bagaimana mata menyesuaikan diri?
Mata manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai tingkat cahaya. Saat membaca pada tempat gelap, pupil akan membesar untuk menangkap lebih besar berbagai cahaya yang dimaksud diteruskan ke retina. Proses ini memungkinkan mata tetap saja meninjau walaupun pada kondisi pencahayaan terbatas.

Namun, penyesuaian ini dapat menyebabkan ketegangan pada sebagian orang, yang mana kemudian merasakan gejala seperti pusing atau mata terasa berat. Kondisi sejenis juga dialami pada waktu seseorang melakukan pekerjaan jarak dekat, seperti menjahit atau membaca buku, yang tersebut memaksa mata untuk terus fokus.

Hingga kini, penelitian mengenai dampak jangka panjang membaca di gelap masih terbatas. Mayoritas studi justru lebih tinggi sejumlah mendiskusikan hubungan antara aktivitas jarak dekat dengan munculnya rabun sangat jauh (myopia).

Sebuah studi di area Inggris menemukan bahwa pekerjaan jarak dekat memang sebenarnya berpengaruh terhadap timbulnya rabun berjauhan pada orang dewasa, namun faktor yang dimaksud tiada tambahan besar dibandingkan pengaruh kondisi lain, seperti berat badan lahir rendah atau ibu yang dimaksud merokok selama kehamilan.

Di Asia Timur juga Tenggara, prevalensi rabun terpencil bahkan lebih tinggi tinggi, yakni mencapai 80-90 persen pada lulusan sekolah. Para peneliti menduga hal ini lebih besar dipengaruhi oleh intensitas belajar serta waktu yang diluangkan untuk aktivitas jarak dekat, dibandingkan pencahayaan semata.

Selain faktor lingkungan, aspek genetik juga berperan besar. Apabila kedua orangtua menderita rabun jauh, risiko anak mengalami kondisi sejenis sanggup mencapai 40 persen.

Kesimpulan
Berdasarkan bukti ilmiah yang mana ada, membaca di area tempat gelap bukan merusak mata secara permanen. Namun, kebiasaan yang dimaksud tetap saja sanggup memunculkan rasa tiada nyaman terdiri dari kelelahan mata, mata kering, hingga sakit kepala. Oleh dikarenakan itu, pemanfaatan pencahayaan yang cukup pada waktu membaca atau bekerja tetap memperlihatkan dianjurkan demi menjaga kenyamanan lalu kemampuan fisik mata.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Teknologi AI di tempat situs web ini tanpa izin tertoreh dari Kantor Berita ANTARA.

Related Articles