berita terbaru

APSyFI harap pengenaan BMAD terhadap impor benang filamen dilanjutkan

Ligapedia.news Ini adalah menyangkut nasib ribuan pabrik lalu jutaan tenaga kerja

Jakarta – Asosiasi Produsen Serat kemudian Benang Filament Indonesia (APSyFI) berharap ada pemeliharaan kebijakan perdagangan untuk menjaga daya saing lapangan usaha tekstil nasional dengan melanjutkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetis dengan syarat China.

"Ini menyangkut nasib ribuan pabrik serta jutaan tenaga kerja,” kata Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta di keterangan di tempat Jakarta, Kamis.

Dia menyampaikan hal itu merespons rencana pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk hasil benang filamen dengan syarat China tidaklah dilanjutkan.

Ia berharap ada keberpihakan kebijakan perdagangan terhadap keberlangsungan sektor serat lalu benang filamen nasional. Perlindungan bidang tekstil nasional untuk meningkatkan kekuatan sistem ekologi perniagaan yang tersebut sehat juga berkelanjutan.

Ia mengumumkan rekomendasi Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan BMAD perlu ditindaklanjuti demi menjaga keberlanjutan ribuan pabrik tekstil yang menopang jutaan tenaga kerja di tempat seluruh Indonesia.

Menurut Redma, proteksi yang mana adil terhadap bidang nasional bukanlah bentuk proteksionisme berlebihan, melainkan langkah strategis agar pelaku usaha lokal sanggup bersaing setara di tempat bursa domestik.

Praktik impor dengan harga jual tak wajar yang mana disubsidi negara selama berpotensi merusak struktur pangsa juga mengganggu keseimbangan biosfer bidang tekstil dari hulu ke hilir pada Indonesia.

Mengacu pada Pasal 70 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, lanjutnya, pemerintah berkewajiban mengambil tindakan anti-dumping apabila terdapat hasil impor yang digunakan dijual dalam bawah nilai normal lalu menyebabkan kerugian bagi bidang pada negeri, melalui pengenaan BMAD.

APSyFI percaya bahwa keberpihakan terhadap sektor nasional merupakan bagian dari upaya mendirikan kemandirian perekonomian serta mewujudkan visi besar proses pengolahan lebih lanjut manufaktur nasional yang tersebut dicanangkan oleh pemerintah.

Redma menyoroti efek berantai bidang tekstil yang digunakan besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan konsumsi listrik, hingga kontribusi terhadap pengurangan beban sosial juga fiskal negara.

APSyFI mengundang seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga keseimbangan antara nilai yang dimaksud wajar bagi konsumen juga keberlangsungan produksi lapangan usaha lokal yang mana menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.

Pemerintah memutuskan untuk tiada memproses tambahan lanjut rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) menghadapi impor benang filamen sintetis tertentu dengan syarat China.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan, langkah ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi sektor tekstil kemudian produk-produk tekstil (TPT) nasional secara menyeluruh, juga masukan dari pemangku kepentingan terkait.

"Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi lapangan usaha TPT nasional, khususnya pasokan benang filamen sintetis tertentu ke lingkungan ekonomi domestik yang digunakan masih terbatas," ujar Budi melalui keterangan resmi di tempat Jakarta, Kamis.

Budi menjelaskan bahwa kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi keperluan bidang pengguna pada negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu, memproduksi untuk pemakaian sendiri.

Pertimbangan lainnya, sektor hulu sektor TPT pada waktu ini telah lama dikenakan trade remedies, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 46 Tahun 2023.

Selain itu, BMAD untuk produk-produk polyester staple fiber dari India, Tiongkok, kemudian Taiwan berdasarkan PMK No. 176 Tahun 2022. Jika BMAD melawan benang filamen sintetis tertentu tetap memperlihatkan diberlakukan, maka akan meningkatkan biaya produksi serta menurunkan daya saing sektor hilir.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Kecerdasan Buatan pada situs web ini tanpa izin tercatat dari Kantor Berita ANTARA.

Related Articles