
Ligapedia.news DKI Jakarta – Pernahkah Anda mendengar cerita tentang seseorang yang dimaksud mencuri barang kecil juga ekonomis di tempat toko, padahal sebenarnya ia mampu membelinya? Atau mungkin saja pasca mencuri, ia merasa bersalah tapi tetap saja cuma mengulanginya lagi? Perilaku seperti ini memang sebenarnya memproduksi bingung, bahkan untuk orang yang dimaksud melakukannya sendiri.
Di balik tindakan yang digunakan terlihat sepele atau bahkan dianggap kriminal bisa jadi semata tersembunyi dorongan emosional yang digunakan sulit dikendalikan. Inilah yang dikenal dengan kleptomania.
Sebuah kondisi yang dimaksud tidak sekadar masalah keinginan untuk memiliki, melainkan berkaitan erat dengan kemampuan fisik mental. Kleptomania tidaklah belaka berdampak pada pelakunya, tapi juga seringkali menghadirkan stigma dari lingkungan sekitar.
Apa itu kleptomania?
Kleptomania adalah gangguan kemampuan fisik mental yang ditandai dengan dorongan kuat kemudian tak tertahankan untuk mencuri barang meskipun barang yang disebutkan sebenarnya tak dibutuhkan atau bahkan tidaklah diinginkan.
Orang dengan kleptomania sadar bahwa mencuri adalah perbuatan salah serta sanggup menyebabkan masalah, tetapi merek merasa bukan bisa saja mengendalikan diri. Hal ini tidak tentang kurangnya kemauan atau karakter yang digunakan buruk, melainkan kondisi medis yang berkaitan dengan kontrol impuls.
Banyak penderita kleptomania justru merasa bersalah, malu, atau stres setelahnya mencuri. Beberapa bahkan mencoba memperbaiki kesalahan dengan mengatasi barang yang digunakan diambil, menyumbangkannya, atau membayar kembali secara diam-diam.
Gejala kleptomania
Gejala kleptomania sanggup berbeda-beda pada setiap orang, tetapi secara umum ditandai dengan pola perilaku yang mana berulang kemudian dorongan yang sulit dikendalikan. Beberapa gejala umum meliputi:
- Dorongan kuat yang mana sulit ditahan untuk mencuri, meskipun barang yang diambil bukan dibutuhkan atau tidak ada miliki nilai penting.
- Merasakan ketegangan, kecemasan, atau kegelisahan sebelum mencuri terjadi.
- Munculnya perasaan lega, puas, atau senang ketika mencuri berlangsung.
- Perasaan bersalah, malu, menyesal, atau takut tertangkap setelahnya mencuri.
- Dorongan untuk mencuri kembali muncul secara berulang, membentuk siklus perilaku yang tersebut sulit diputus.
Penting untuk dipahami bahwa kleptomania bukanlah tentang mencari keuntungan, melainkan adanya dorongan emosional yang tersebut tidak ada bisa jadi dikontrol, meskipun pelaku sadar tindakannya salah.
Apa faktor kleptomania?
Penyebab kleptomania sampai ketika ini belum sepenuhnya dipahami, namun para ahli menemukan beberapa kemungkinan faktor yang dimaksud sanggup berperan:
1. Perbedaan struktur otak
Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dengan kleptomania memiliki perbedaan pada bagian otak yang mengatur kontrol diri dan juga impuls. Koneksi di dalam area ini mungkin saja lebih lanjut lemah atau tak optimal, sehingga sulit menahan keinginan mendadak.
2. Ketidakseimbangan zat kimia otak
Perubahan pada neurotransmitter otak, khususnya akibat obat-obatan tertentu, bisa saja memicu perilaku mencuri.
3. Terkait gangguan mental lain
Kleptomania banyak muncul bersamaan dengan kondisi seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kecanduan.
4. Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan gangguan mental dapat meningkatkan risiko, walau belum terbukti kleptomania bersifat genetik.
Kleptomania bukanlah sekadar tindakan iseng atau akibat kurangnya didikan. Hal ini adalah kondisi medis yang digunakan nyata lalu mampu sangat memengaruhi keberadaan seseorang. Dengan pemahaman yang mana lebih banyak baik, kita mampu mengawasi persoalan ini secara tambahan manusiawi serta menyokong merek yang membutuhkan bantuan dari tenaga profesional.