Ligapedianews.com Ibukota – Saat gempa bumi terjadi, kita kemungkinan besar hanya saja memikirkan bangunan yang dimaksud roboh atau jalan yang retak. Namun, ada ancaman lain yang dimaksud diam-diam lebih lanjut mengerikan, seperti fenomena likuifaksi.
Fenomena ini menimbulkan tanah yang digunakan padat berubah layaknya lumpur, sehingga menyebabkan rumah, jalan, kemudian seluruh beban dalam atas tanah dapat tersedot dan juga tenggelam.
Salah satu insiden likuifaksi yang paling menghancurkan di area Indonesia terjadi di tempat Palu pada 2018. Bencana alam yang disebutkan mengakibatkan kehancuran besar serta mengubur sejumlah pemukiman hingga korban jiwa.
Lantas, apa pemicu tanah yang dimaksud sanggup berubah menjadi cair? Lalu, bagaimana kita sanggup menghindari bahayanya? Berikut penjelasannya, dirangkum dari berbagai sumber:
Penyebab terjadinya likuifaksi
Pada fenomena likuifaksi, terdapat beberapa pemicu yang digunakan terjadi seperti tanah berbutir kasar, sikap muka air tanah yang tersebut tidaklah sangat jauh dari permukaan, serta getaran gempa bumi.
Likuifaksi terjadi ketika lapisan tanah kehilangan kestabilan yang mana disebabkan tekanan air pori oleh beban siklis atau getaran, seperti gempa bumi.
Saat gempa terjadi, guncangan mengakibatkan tekanan besar pada lapisan tanah, khususnya pada tanah yang dimaksud mempunyai kadar air tinggi. Getaran ini menyebabkan butiran tanah saling bergerak lalu air mengisi pori-pori tanah, sehingga tanah berubah menjadi lumpur.
Tanah yang dimaksud mengandung banyak kadar air, seperti pada area yang tersebut dekat dengan pantai atau sungai, sangat rentan terhadap likuifaksi. Air di area pada tanah ini memisahkan butiran-butiran tanah ketika diguncang, yang dimaksud menimbulkan tanah kehilangan daya ikatnya.
Kemudian, likuifaksi biasanya terjadi pada tanah yang berbutir kasar seperti pasir atau kerikil. Jenis tanah ini mempunyai pori tanah yang dimaksud mudah terisi air lalu lebih besar mudah terpengaruh oleh getaran.
Dalam kondisi seperti ini, tanah menjadi tiada stabil dan juga berada pada keadaan tekstur yang cair. Oleh sebab itu, memungkinkan seluruh beban, seperti bangunan, tenggelam ke di tanah.
Cara menghindari likuifaksi
Meski likuifaksi sulit untuk dihentikan, beberapa langkah dapat diambil untuk menghurangi risiko serta dampaknya, antara lain sebagai berikut.
1. Melakukan perbaikan tanah
Beberapa cara yang dapat diadakan untuk melakukan perbaikan tanah yang rentan terjadi likuifaksi yakni sebagai berikut.
– Dynamic Compaction: Cara yang tersebut melibatkan pemadatan tanah dengan menjatuhkan beban berat berulang kali.
– Vibroflotation: Teknik ini menggunakan alat probe electric untuk memperbaiki struktur butiran tanah, sehingga meningkatkan stabilitas tanah.
– Desaturasi Biogas: Metode yang tersebut menggunakan mikroorganisme yakni memasukkan gelembung gas ke di tanah untuk menghurangi tekanan air di area pori-pori tanah.
Jika memungkinkan sesuai dengan kondisi sekitar wilayah, pilihan lain yang mana dapat dilaksanakan dengan cara tanah dibuang kemudian diganti menjadi tanah yang mana memiliki sifat tiada berisiko likuifaksi.
2. Penelitian geologi kemudian gempa
Selanjutnya, cara menghindari likuifaksi yakni penelitian geologi juga gempa. Penelitian dapat dijalankan dengan meneliti kondisi geologi wilayah untuk mengetahui jenis serta umur tanah, seperti tanah berusia muda akan tambahan rentan terhadap likuifaksi.
Kemudian, memahami prospek gempa dalam wilayah tersebut. Likuifaksi kerap terjadi setelahnya gempa berkekuatan minimal 5 SR dan juga lebih lanjut umum pada gempa yang tersebut berkekuatan 7,5 SR. Hal ini bisa saja menjadi kewaspadaan untuk melindungi diri dari terjadi bahaya likuifaksi.
3. Hindari pembangunan di tempat wilayah rentan
Hindari mendirikan pada area yang mana diketahui memiliki peluang tanah likuifaksi tinggi. Jika perkembangan ingin terus dilakukan, gunakan fondasi yang digunakan dirancang khusus untuk menembus kedalaman tanah yang mana stabil, seperti paku bumi hingga kedalaman 35 meter.
4. Periksa tinggi permukaan air
Wilayah pesisir sangat rentan terjadi likuifaksi, sehingga tinggi permukaan air perlu diperhatikan. Tinggi permukaan air yang rendah yakni pada bawah 3 meter, miliki risiko rentan terjadinya likuifaksi. Oleh sebab itu, lebih lanjut baik wilayah dengan kondisi yang dimaksud tidak ada dijadikan tempat pemukiman.